Rabu, 30 Juni 2021

AKREDITASI PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI SUMBAR 21-26

Kepada Alumni Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra STKIP PGRI Sumatera Barat, Berikut dilampirkan Sertifikat Akreditasi Prodi yang Terbaru 2021-2026.

 

Minggu, 27 Juni 2021

ARTIKEL: CAMPUR KODE DALAM TAKLSHOW KELAS INTERNASIONAL

 

CAMPUR KODE DALAM TALKSHOW

KELAS INTERNASIONAL

 

MIXED CODE IN TALKSHOW
INTERNATIONAL CLASS

 

Armet

STKIP PGRI Sumatera Barat

Pos-el: armetpgri@gmail.com


Abstrak

            Kelas Internasional adalah judul talkshow yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta nasional, Net TV. Talkshow ini menceritakan tentang seorang guru bernama Pak Budi. Beliau mengajari murid-muridnya yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) untuk belajar bahasa Indonesia. Dia mengajar murid-murid asing di sebuah Sekolah. Penelitian ini mengkaji tentang campur kode  yang dilakukan para pemain talkshow Kelas Internasional episode 72 dan 73. Bentuk campur kode yang digunakan para pemain talkshow Kelas Internasional adalah berbentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Campur kode yang sering muncul dari keempat bentuk campur kode tersebut adalah penyisipan unsur berbentuk kata.

Kata kunci: campur kode,  talk show


PENDAHULUAN

Campur kode merupakan suatu fenomena yang terjadi pada masyarakat dwibahasa. Campur kode ini sering terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya.  Ini sering terjadi biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Semua itu, bisa terjadi karena keterbatasan bahasa dan ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Masyarakat multitingkat atau bilingual seperti halnya di masyarakat Indonesia sebagian besar mengenal dan memahami dua bahasa dalam berkomunikasi, sering kita jumpai orang mengganti bahasa atau ragam bahasanya sehingga hal ini menjadi suatu kebiasaan dalam berkomunikasi.Campur kode menarik untuk diteliti.

Kelas Internasional adalah judul talkshow yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta nasional, Net TV. Talkshow ini menceritakan tentang seorang guru bernama Pak Budi. Beliau mengajari murid-muridnya yang merupakan Warga Negara Asing untuk belajar bahasa Indonesia. Dia mengajar murid-murid asing di sebuah Sekolah. Fokus penelitian ini adalah acara talkshow Kelas Internasional episode 72 dan 73. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk campur kode yang digunakan pemain talkshow Kelas Internasional. Adapun bentuk-bentuk campur kode yang akan diteliti tersebut meliputi pemakaian kata, frasa,  klausa, dan kalimat.

Wardhaugh (dalam Nursaid dan Marjusman, 2002:113) menyatakan campur kode terjadi ketika komunikan pembicara menggunakan kedua bahasa itu secara bersama-sama dalam satu ujaran oleh seorang komunikan. Campur kode itu dapat dikatakan sebagai tanda persahabatan, atau sebagai sumber kebahagiaan. Kemudian Nababan (1991:32) mengatakan campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Maksudnya adalah keadaan yang tidak memaksa atau menuntut seseorang untuk mencampur suatu bahasa ke dalam bahasa lain saat peristiwa tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat dikatakan secara tidak sadar melakukan percampuran serpihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa asli. Campur kode serupa dengan interfensi dari bahasa satu ke bahasa lain.

Selain itu, Nursaid dan Marjusman (2002:114) menyimpulkan bahwa campur kode adalah pergantian dua bahasa atau lebih, dua ragam atau lebih, dua dialek atau lebih yang terjadi dalam suatu ujaran. Pergantian itu terjadi bukan dikarenakan oleh faktor situasi atau fungsi dan keperluan, melainkan oleh beberapa faktor situasi atau fungsi dan keperluan, melainkan oleh bebrapa faktor untuk menaikkkan kedudukan atau derajat atau prestise si penutur.

Lebih lanjut Sumarsono (2004:202) menjelaskan kata-kata yang sudah mengalami proses adaptasi dalam suatu bahasa bukan lagi kata yang-kata yang megalami gejala interfensi, bukan pula alih kode, apalagi campur kode. akan berbeda jika penutur secara sadar atau sengaja menggunakan unsur bahasa lain ketika sedang berbicara dalam suatu bahasa. Peristiwa inilah yang kemudian disebut dengan capur kode. Oleh karena itu, dalam bahasa tulisan, biasanya unsur-unsur tersebut ditunjukkan dengan menggunakan garis bawah atau cetak miring sebagai penjelasan bahwa si penulis menggunakannya secara sadar.

 

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Metode penelitian yang digunakan adalah motode deskriptif.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Jenis Campur Kode

Menurut Nursaid dan Marjusman (2002:112), campur kode lebih dilatarbelakangi oleh faktor subyektif, bahkan ego atau kelakuan komunikan. Jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampur bahasa pertama (bahasa utama, misalnya bahasa Indonesia) dengan bahasa kedua (bahasa lain, misalnya bahasa minangkabau), berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode ke dalam atau inner code-mixing. Sebaliknya, jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampur bahasa pertama (bahasa utama, misalnya bahasa Indonesia) dengan bahasa kedua (bahasa lain, misalnya bahasa asing), berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode ke luar atau outer code-mixing.

2.      Bentuk Satuan Bahasa dalam Campur Kode

Bidang linguistik yang membicarakan tentang satuan bahasa disebut sintaksis. Jadi sintaksis adalah ilmu bahasa yang membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu ujaran. Menurut Chaer (2003:219) bentuk satuan bahasa terdiri atas, (a) Kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarki menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat dan wacana (Chaer, 2003:219), (b) frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat (Chaer, 2003:222), (c) klausa merupakan satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat, yang lainnya berfungsi sebgai subjek, objek dan sebagai keterangan (Chaer, 2003:231), (d) kalimat merupakan satuan bahasa (sintaksis) berupa kata, frasa dan klausa, dilengkapi dengan konjungsi, serta diikuti dengan intonasi final (Chaer, 2003:240), (e) wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer, 2003:267). Jadi sebagai satuan bahasa yang lengkap, di dalam wacana tersebut terdapat konsep, gagsan, pikiran, atau ide yang utuh yng dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan).

3.      Penyebab Campur Kode

Suwito (dalam Rokhman, 2013:38) menjelaskan ada dua penyebab terjadinya campur kode, yaitu campur kode yang bersifat ke luar dan ke dalam. Penyebab terjadinya campur kode yang bersifat keluar anara lain: (a) identifikasi peranan, ukuran untuk identifikasi peranan aadalah sosial, registrasi dan edukasional, (b) identifikasi ragam, ditentukan oleh bahasa dimana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia dalam hierarki status sosial, (c) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan, nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya.

Campur kode ke dalam nampak misalnya apabila seorang penutur menyisipkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam bahasa nasional, unsur-unsur dialeknya ke dalam bahasa daerahnya atau unsur-unsur ragam dan gayanya ke dalam dialeknya. Selain itu, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan (penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya, penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status  sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.

Adapun faktor penyebab terjadinya campur kode menurut Nababan (1991:32) yaitu (1) kesantaian penutur, (2) situasi formal, (3) kebiasaan, (4) tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing.

A.    Campur Kode dalam Talkshow Kelas Internasional

 

Berdasarkan penjelasan di atas, bentuk satuan bahasa yang dianalisis dalam campur kode, yaitu (1) satuan bahasa berupa kata, terdiri atas kata, (2) satuan bahasa berupa frasa, yang terdiri atas frasa, dan ungkapan,  (3) satuan bahasa berupa klausa, dan (4) satuan bahasa berupa kalimat. Adapun data yang berkaitan dengan kedua jenis campur kode  pada dialog talkshow Kelas Internasional adalah sebagai berikut.

 

1.      Campur Kode ke dalam Pada Penyisipan Kata

 

Data 1

Pak Sueb           : Wah, keliatannya semakin seru aja ini pertandingannya!

Buk Rika           : Sueb, kamu diam! Jangan ganggu kosentrasi!

Pak Sueb           : Maaf mother I ngak maksud ganggu. Kartini I mau pesan..

Buk Kartini  : Udah deh Ep, kamu ke warteg aja deh, warungya tutup!

Pak Sueb           : Ya Buk Kartini, I kan belum makan, lapar!

Buk Kartini       : Diam!!!

 

Berdasarkan data 1 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya Pak Sueb menggunakan bahasa asing dalam bentuk kata I dan kata mother, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Kata I memilki arti saya dan mother artinya ibu. Munculnya campur kode pada data 1 tersebut disebabkan Pak Sueb sudah terbiasa mencampur-campurkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia karena sekolah tempat Pak Sueb  bekerja adalah  khusus belajar bahasa Indonesia bagi orang asing. Kemudian campur kode berupa bentuk kata juga terdapat pada data 2 berikut ini.

 

Data 2

Sueb    : Tyson..Lee..!

Lee      : Kenapa Sueb?

Sueb    : Aye boleh ngak pinjam haerphonenya?

Berdasarkan data 2 di atas, jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya Sueb menggunakan  bahasa Indonesia kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah dalam bentuk kata aye.  Kata aye memiliki arti saya.

Data selanjutnya tentang campur kode berupa bentuk kata yaitu perjelasan yang dilakukan oleh Pak Bowo tentang casting iklan. Awalnya Pak Bowo menggunakan bahasa Indonesia kemudian mencampurkan dengan bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Bahasa tersebut yaitu kata open yang artinya membuka serta kata yes yang artinya iya. Terlihat pada kutipan berikut ini. 

Data 3

Pak Bowo         :Karena semangat kalian menjadi iklan produk heardphone ini sangat tinggi, maka dari itu saya akan open casting!

Lee                    : Yes..yes

Pak Budi           : Pak Bowo, boleh saya ikut?

Pak Bowo         : Boleh.

 

Data 4

Abbas              : Sueb, kamu main pesawat terbang?

Pak Sueb       : Bukan. This is balin-baling. Kenape? Abbas interesting?

Berdasarkan data 4 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya Pak Sueb menggunakan bahasa Indonesia, kemudian Pak Sueb mencampurkan dengan bahasa Inggris berupa interesting. Kata interesting memiliki arti tertarik.  Munculnya campur kode pada data 4 tersebut disebabkan Pak Sueb memperkenalkan sebuah mainan kepada Abbas yang berasal dari negeri asing.

2.      Campur Kode ke dalam Pada Penyisipan Frasa

 

Data 4

Abbas : Sueb, kamu main pesawat terbang?

Pak Sueb         : Bukan. This is balin-baling.

 

Berdasarkan data 5 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya Pak Sueb menggunakan  menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencampurkan dengan bahasa Inggris. Frasa This is dalam bahasa Indonesia memiliki arti ini adalah. Munculnya campur kode pada data 5 tersebut disebabkan karena Pak Sueb memberitahukan kepada Abbas tentang sebuah mainan. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa frasa. Selanjutnya campur kode berupa frasa juga terdapat pada data 6 berikut ini.

 

Data 6

Abbas              : Saya boleh main baling-baling?

Pak Sueb         : Boleh, tapi I sewain one thausand rupiah.

Abbas              : Saya mau sewa main

 

Berdasarkan data 6 di atas,  jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya Pak Sueb menggunakan menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencampurkan dengan bahasa Inggris. Klausa one thousand rupiah dalam bahasa Indonesia memiliki arti seribu rupiah. Munculnya campur kode pada data 6 tersebut disebabkan karena Pak Sueb sedang berbicara dengan orang asing yang sedang belajar bahasa Indonesia. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa klausa. Selanjutnya campur kode berupa frasa juga terdapat pada data 6 berikut ini

3.      Campur Kode ke dalam Pada Penyisipan Klausa

 

Data 5

Pak Sueb         : Ladies and Gentlemen! Silahkan minum sodaria!

Buk Kartini   : Ayo minuman enak dan segar, harganya murah!

Pak Sueb   : Kumpul..kumpul sebentar, ayo merapat! Ayo merapat!

 

Berdasarkan data 5 di atas,  jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk klausa. Pada awalnya Pak Sueb menggunakan  menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencampurkan dengan bahasa Inggris. Klausa Ladies and Gentlemen dalam bahasa Indonesia memiliki arti Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Munculnya campur kode pada data 5 tersebut disebabkan karena Pak Sueb mempromosikan sebuah produk minuman kepada siswa asing yang sedang belajar bahasa Indonesia. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa klausa.

 

PENUTUP

Simpulan

Setelah dilakukan anlisis dan pembahasan terhadap acara talkshow Kelas Internasional episode 72 dan 73 khususnya pada campur kode yang digunakan oleh para pemain talkshow Kelas Internasional.  Bentuk campur kode yang digunakan para pemain talkshow Kelas Internasional adalah berbentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Campur kode yang sering muncul dari keempat bentuk campur kode tersebut adalah penyisipan unsur berbentuk kata.

Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, dapat dirumuskan saran sebagai berikut.

1.   Sosiolinguistik termasuk salah satu disiplin ilmu yang sangat penting untuk dikaji karena didalamnya dibahas bahasa dan masyarakat.

2.      Bagi guru, gunakan campur kode seperlunya saja.

3.      Hal-hal yang dipaparkan dalam penelitian ini walaupun singkat namun dapat  jadikan motivasi agar petutur  terus meningkatkan tuturannya.

KEPUSTAKAAN

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:  Remaja Rosda Karya.

Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nursaid dan Marjusman Maksan. 2002. Sosiolinguistik (Buku Ajar). Padang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP.

Rokhman, Fatur. 2013. Sosiolinguistik: Suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa dalam Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda.

Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Senin, 21 Juni 2021

ARTIKEL: MULTIKONFIK DALAM NOVEL LAMPUKI KARYA ARAFAT NUR

 

MULTIKONFLIK DALAM NOVEL LAMPUKI KARYA ARAFAT NUR

 

MULTICONFLICTS OF THE NOVEL  LAMPUKI  BY ARAFAT NUR

 

Armet, Iswadi Bahardur, Yulia Sri Hartati

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Sumatera Barat

Email: armetpgri@gmail.com

 

ABSTRACT

The background of this research was that the life conflicts experienced by the human in the life. The conflicts were experienced by the figures of the novel entitles Lampuki written by Arafat Nur. These things motivate the researcher to do a research about multiconflicts in that novel. The purposes of this study were to describe conflicts found in a novel written by Arafat Nur and to investigate the causes of the conflicts. The design of this research was descriptive qualitative study. The result of the investigation told some conflicts found in the novel written by Arafat Nur. Those conflicts are; interindividual conflicts, between individual conflicts, and social conflicts. Moreover, the cause of the conflicts is diversity among the societies; cultural diversity, social status diversity, variety of needs in the society, and social changes.

Keywords: multiconflicts, novel Lampuki

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan konflik yang dialami manusia dalam kehidupan. Konflik dialami oleh tokoh-tokoh di dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai multikonflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk; mendeskripsikan konflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, dan mendeskripsikan penyebab konflik-konflik yang terjadi dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur adalah sebagai berikut: konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Kemudian penyebab konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur disebabkan oleh perbedaan antaranggota masyarakat, perbedaan pola kebudayaan, perbedaan status sosial, perbedaan kepentingan antarkelompok masyarakat, dan terjadinya perubahan sosial.

Kata kunci: multikonflik,  novel Lampuki

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa (etnis). Keberagaman (kemajemukan) suku bangsa tersebut menyebabkan munculnya perbedaan karakter, pandangan, budaya, dan lain-lain. Memiliki berbagai karakter, etnis, pandangan hidup, dan budaya yang berlainan yang bahkan merupakan sebuah potensi positif. Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan tersebut akan berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan yang timbul karena perbedaan-perbedaan itu. Konflik merupakan gejala sosial yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Konflik dipengaruhi oleh faktor ras, etnis, agama, dan status sosial. Perbedaan atau perselisihan dalam masyarakat sosial ini memicu potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan situasi konflik yang memanas.

Karya sastra yang diciptakan oleh pengarangsering menggambarkan konflik-konflik yang dialami oleh masyarakat. Konflik-konflik tersebut sangat memungkinkan pembaca bisa mempelajari, mengkaji, serta menemukan kebenaran tentang hakikat hidup. Berdasarkan hal itu, karya sastra dikatakan sebagai hasil kreativitas yang penting dan bermanfaat. Secara garis besar, manfaat dari karya sastra adalah sebagai hiburan bagi pembaca, dapat mencerminkan kebenaran-kebenaran dalam kehidupan realita, serta menolong pembaca menjadi manusia yang hidup berbudaya. Akan tetapi, karya sastra memang tidak seutuhnya meniru keadaan dalam masyarakat, melainkan memberikan suatu pemahaman atau pengajaran kepada masyarakat.

Salah satu bentuk karya sastra yang menggambarkan kehidupan adalah novel. Novel memberikan peranan yang sangat penting tentang pandangan terhadap kehidupan yang ada di dalam masyarakat. Permasalahan atau konflik-konflik yang dibicarakan dalam novel tidak terlepas yang namanya dari kehidupan manusia. Melalui novel pengarang dapat merefleksikan konflik-konflik kehidupan. Novel juga merupakan femomena sosial dalam kehidupan. Dengan novel pembaca dapat menemukan kebahagiaan batinsehingga membuat manusia menjadi arif dan bijaksana.

Sejalan dengan pendapat di atas, Muhardi dan Hasanuddin (1992: 6) menjelaskan novel adalah sebuah cerita yang memuat beberapa kesatuan persoalan yang disertai dengan faktor penyebab dan akibat. Persoalan kehidupan yang diangkat seperti kesedihan, kegembiraan, penghianatan, kejujuran, dan permasalahan kehidupan lainnya. Selanjutnya, menurut Qodratillah (2011: 362) novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Melalui novel pengarang permasalahan yang ada dalam kehidupan, sehingga dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Novel Lampuki karya Arafat Nur adalah salah satu karya sastra Indonesia yang membicarakan tentang konflik. Konflik yang dibicarakan dalam novel ini khususnya, konflik yang terjadi pada masyarakat Aceh. Novel ini diterbitkan tahun 2011. Novel ini menceritakan konflik-konflik yang terjadi di sebuah desa yang bernama Lampuki. Selain itu, dengan kemampuan pengarang dalam menghadirkan konflik membuat novel ini menarik untuk dianalisis dengan pendekatan objektif. Kelebihan novel ini terletak pada cerita Ahmadi sebagai tokoh pemberontak yang digambarkan di dalam novel ini sehingga berpotensi untuk  menimbulkan konflik.

Berdasarkan uraian di atas, fokus masalah penelitian ini adalah jenis konflik dan penyebab terjadinya konflik pada tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan konflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki  karya Arafat Nur, (2) mendeskripsikan penyebab konflik-konflik yang terjadi dalam novel Lampuki karya Arafat Nur.

Kajian teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu teori konflik menurut Ahmadi  (2007: 285—286), membagi jenis konflik yaitu: (1) konflik interindividu, 2) konflik antarindividu, dan (3) konflik antarkelompok sosial. Ahmadi juga menyatakan faktor penyebab terjadinya konflik adalah (1) perbedaan antaranggota masyarakat, (2) perbedaan pola kebudayaan, (3) perbedaan status sosial, (4) perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat, dan (5) terjadinya perubahan sosial.

 

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif. Menurut Ratna (2004: 47), penelitian kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubunganya dengan konteks keberadaannya. Data  penelitian ini adalah teks dalam novel Lampuki karya Arafat Nur yang telah diiventarisasikan serta diklasifikasikan sesuai dengan format pencatatan, selanjutnya dianalisis berdasarkan teori konflik menurut Ahmadi serta faktor penyebab konflik yang telah dipaparkan dalam kerangka teoritis. Tahap analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara menganalisis data sebagai berikut: (1) mendeskripsikan data yang sudah diinventarisasikan, (2) menganalisis data berdasarkan klasifikasi yang ditemukan, (3) menginterpretasikan data yang sudah dianalisis, (4) menyimpulkan dan menulis laporan penelitian. Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik uraian rinci.

 

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis

Tokoh-tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur ini adalah Tengku Mizwar, Ahmadi, Halimah, Sulaiman, Siti, Habibah, Harun, Syakubat, Musa, Karim, Paijao, Majid, dan Haji Harun. Tapi, tokoh yang paling dominan mengalami konflik adalah, Tengku Mizwar ,Ahmadi, Halimah, dan Haji Harun. Tengku Mizwar adalah sebagai pencerita dalam novel ini. Tengku Mizwar merupakan  sosok guru yang menjunjung nilai-nilai kedamaian dan ketentraman dan memiliki sikap pemikir. Ahmadi adalah sosok tokoh yang sangar, beringas, dan keras. Ia pemberontak yang digambarkan di dalam novel Lampuki. Halimah merupakan istri dari tokoh Ahmadi yang memiliki watak yang keras. Semenjak menikah dengan Ahmadi, Halimah terpengaruh oleh Ahmadi.  Haji Harun adalah tokoh yang dikenal sebagai saudagar emas. Tempat tinggal Haji Harun di perbatasan kampung yang berdekatan dengan simpang jalan.

Konflik-konflik yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur adalah konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Tokoh yang paling dominan mengalami konflik dalam novel ini adalah Tengku Mizwar dan Ahmadi. Tengku Mizwar memiliki keinginan melihat orang kampung Lampuki hidup dengan tentram dan damai. Tapi, berbeda dengan yang diharapkan oleh Tengku Mizwar. Tokoh Tengku Mizwar tidak senang melihat sifat warga kampungnya yang bersifat ponggah dan bebal. Selain itu, Desa Lampuki dijajah oleh tentara yang datang dari seberang. Ditambah lagi sosok Ahmadi yang membuat kerusuhan di desa Lampuki. Ahmadi adalah seorang pemberontak. Ahmadi mengajak dan membujuk  warga kampung Lampuki untuk melawan tentara yang masuk ke desa Lampuki. Berbagai upaya yang dilakukan Ahmadi supaya warga mau bergabung dengan Ahmadi. Pada akhirnya warga yang tidak bersalahlah yang menjadi sasaran para tentara tersebut. Berdasarkan  peristiwa tersebutlah lahir konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial.

Wujud konflik yang dialami oleh para tokoh dalam novel Lampuki ini yang terlibat dalam konflik tersebut terdiri dari konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Uraian dari konflik tersebut seperti yang tertara di bawah ini.

 

a. Konflik Interindividu

Konflik interindividu atau konflik yang terjadi di dalam diri individu.  Pertama, konflik interindividu terlihat tokoh Tengku Mizwar. Di mana Tengku Mizwar merasa kesal dengan dirinya sendiri dan terkadang Tengku Mizwar sedih sendiri melihat kondisi masyarakat yang ada di desa Lampuki. Sebagai seorang guru mengaji di desa Lampuki tentunya Tengku Mizwar memiliki sikap yang peduli terhadap orang-orang yang ada di kampungnya. Keprihatinan Tengku Mizwar terhadap masyarakat desa Lampuki kian hari kian mendalam.

Dengan demikian terkadang Tengku Mizwar amat kesal melihat sikap orang-orang di Lampuki terutama sikap Ahmadi yang selalu dikecam oleh Tengku Mizwar. Tengku Mizwar tidak dapat berkata apa-apa kecuali memendamnya sendirian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

“Baik orang kampungku maupun para pendatang, mereka sama-sama memiliki perangai yang menyimpang, sebagaimana layaknya tabiat yang melekat erat pada kaum-kaum beringas, rangah, dan pongah. Seumpama kuman yang tak mampan lagi oleh obat penawar dan tak jua bisa disembuhkan dengan segala macam ramuan, maka tabiat dan perangai buruk mereka sudah menjadi semacam penyakit turunan. Selamanya penyakit penyakit itu tak bakal lekang dari tubuh dan sifat mereka yang angkuh, yang senantiasa berhasrat untuk saling menghancurkan satu sama lain. (Nur, hal. 13).

 

Konflik interindividu yang kedua, dialami oleh Ahmadi. Ahmadi selalu membujuk masyarakat desa Lampuki untuk memerontak melawan para tentara yang masuk ke desa Lampuki. Terkadang hasrat Ahmadi tidak semulus yang ia perkirakan. Ahmadi dilanda kecewa besar, dan sering emosi dan mengerutu di dalam hati. Rasa kesal dan emosi yang mendalam sering dialami Ahmadi.

Konflik interindividu adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh atau konflik yang dialami manusia dengan diri sendiri, lebih kepada intern manusia. Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan antara keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan dan masalah lainnya, Staton (dalam Nurgiyantoro 1995: 142). Hal ini seseorang mengalami konflik interindividu disebabkan oleh harapan seseorang tidak sesuai dengan keinginannya.

 

b. Konflik Antarindividu

Bedasarkan deskripsi data terhadap tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, dapat dikemukakan bahwa tokoh dalam novel ini mengalami konflik antarindividu. Adapun konflik antarindividu ini terdapat pada beberapa tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Berikut akan dibahas bagaimana konflik antarindividu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur.

Konflik antarindividu terdapat pada beberapa tokoh di dalam novel Lampuki seperti Ahmadi, Tengku Mizwar, dan Habibah. Ahmadi sering kali bercekcok dengan masyarakat kampung Lampuki. Berikut kutipannya:

“Tidak ada yang menduga kalau kumis itu tiba-tiba mencari masalah di Lampuki dan aku menarik rasa hormatku kepadanya. Aku tidak tahu alasan apa yang melatari Ahmadi melakukan tindakan yang bertentangan dengan pendiriannya terdahulu untuk tidak menyerang pos tentara di Pasar Simpang. Penyerangan kumis itu terlalu banyak menuai penderitaan dan azab yang harus ditanggung penduduk sekalian.” (Nur, hal. 370).

 

Seperti kisah yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Dalam novel ini Ahmadi dalam kehidupannya penuh dengan konflik. Hal ini disebabkan oleh sikap Ahmadi kasar dan angkuh yang selalu hidup lebih baik dan nyaman dengan  sengaja mengkorbankan orang-orang kampung Lampuki demi kepentingan pribadinya. Ahmadi melarang orang-orang di kampung Lampuki untuk tidak bersekolah Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini.

“ Ahmadi bilang, apa yang dibekalkan kepada anak-anak sekolah adalah ilmu untuk berbohong dan menggelapkan uang rakyat. Bagaimana mungkin mereka orang-orang yang bersekolah dan hanya mereka saja yang boleh menjadi pegawai pemerintah bisa menganggap semua ajaran itu salah, sedangkan apa yang reka tuntut di sekolah mendatangkan gaji pemerintah; sebab, hanya mereka yang punya ijazah sekolah yang bisa diterima bekerja di kantor-kantor pemerintah. (Lampuki, hal.47).

“Ahmadi menegaskan kepada kekalian orang bahwa mereka semua hendaknya mendukung gagasan dan perjuangannya untuk mendirikan kembali kesultanan ini.” (Lampuki, hal. 47).

c. Konflik Antarkelompok Sosial

Sesuai teori yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa konflik antarkelompok sosial atau konflik sosial adalah merupakan konflik yang terjadi karena adanya kontak sosial antara manusia. Contohnya masalah pelecehan, perperangan, pemberontakan, dan kasus-kasus lainnya. Novel Lampuki membahas tentang konflik antarkelompok sosial yang dialami oleh orang-orang yang ada di desa Lampuki. Banyak terjadi konflik di dalam novel Lampuki ini seperti kasus pemberontakan.

Para tentara yang masuk ke desa Lampuki tidak suka melihat pemberontak, sehingga kalau kedapatan oleh tentara itu ia akan membunuhnya. Penyerangan Ahmadi semakin beringas. Ahmadi mulai berani menyerang pos yang ada di dekat kampungnya, Lampuki. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

“Waktu kumis Ahmadi tegak kembali pada beberapa bulan lewat, sejatinya awal dari sebab musabab pembunuhan itu dimulai. Ahmadi yang membagi kelompok-kelompok kecil untuk menyerang sejumlah pos tentara yang ada di Sagoe Peurincun senatiasa membawa keberuntungan di pihaknya, dan menimbulkan korban lebih banyak di pihak musuh. Orang-orangnya sangat mudah mengintai dari balik semak belukar lalu menghantam pasukan tentara dengan serangan tembakan gencar secara mendadak.” (Nur, hal.279). 

 

Berdasarkan kutipan tersebut, ulah penyerangan yang dilakukan Ahmadi terhadap pos tentara tersebut warga Lampuki yang kena sasaran para prajutit itu. Ahmadi selalu lolos dari kejaran orang-orang berseragam meninggalkan duka bagi warga Lampuki yang kerap menjadi pelampiasan aparat. Dengan segala kemarahannya, para aparat tersebut kerap kali berbuat kasar pada warga Lampuki mereka dituduh bersekongkol dengan pemberontak, para aparat tidak segan-segan memukul, menendang, menghina, bahkan membunuh warga tanpa ada alasan yang jelas. Seperti  terlihat pada kutipan berikut.

     “Orang-orang bersenjata itu sangat membenci roman lelaki. Cara satu-satunya agar mereka tidak melihat lagi muka jelek-jelek mereka di sini adalah dengan menyekap dan melenyapkan mereka; menangkapi mereka diam-diam dan dengan berbagai macam alasan; mengumpulkan dan memaksa mereka mengali lubang kubur mereka, dan membantai bereka sekalian. Itu cara paling hemat dan mudah dari segala pilihan lain untuk menghapus jejak sejarah. Jika tidak, kelak bencana besar malah berbalik arah menimpa mereka.” (Nur, hal. 32).

 

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis konflik dan faktor penyebab terjadinya konflik dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Jenis-jenis Konflik

Berdasarkan deskripsi data yang dilakukan terhadap tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh dalam novel ini mengalami 3 jenis konflik. Ketiga jenis konflik yang ditemukan dalam novel ini adalah konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial sesuai dengan teori Ahmadi. koflik menurut Ahmadi (2007: 285—286) membagi tiga tipe konflik yaitu: 1) konflik interindividu, 2) konflik antarindividu, dan 3) konflik antarkelompok sosial.

 

1) Konflik Interindividu

Konflik ini merupakan tipe konflik yang paling erat kaitannya dengan emosi individu sehingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik interindividu dapat dilihat pada tokoh Tengku Mizwar, Haji Harun, dan Ahmadi.

 

2) Konflik Antarindividu

Konflik antarindividu adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang substantif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau bersifat emosional menyangkut perbedaan selera, perasaan suka atau tidak suka. Konflik ini digambarkan melalui peristiwa  yang dialami oleh beberapa tokoh di antaranya Tengku Miswar dengan Syamaun, Ahmadi dengan Musa, dan Halimah dengan Haji Harun.

 

3) Konflik Antarkelompok Sosial

Konflik antarkelompok sosial atau konflik sosial adalah merupakan konflik yang terjadi karena adanya kontak sosial antara manusia. konflik ini digambarkan melalui beberapa tokoh dan warga masyarakat yang digambarkan dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tokoh tersebut adalah kelompok Ahmadi dengan para tentara.

b. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik

 

Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap jenis-jenis konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur yaitu tokoh-tokoh dalam novel tersebut dalam perjalanan hidupnya memiliki penyebab konflik. Adapun faktor penyebab terjadinya konflik dalam novel ini adalah (1) perbedaan antaranggota masyarakat di desa Lampuki, (2) perbedaan pola kebudayaan, (3) perbedaan status sosial, (4) perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat, dan (5) terjadinya perubahan sosial.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa konflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, yaitu konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Pertama, konflik interindividu dapat dilihat pada tokoh Tengku Mizwar, Haji Harun, dan Ahmadi. Kedua, konflik antarindividu, konflik ini digambarkan melalui peristiwa  yang dialami oleh beberapa tokoh di antaranya Tengku Miswar dengan Syamaun, Ahmadi dengan Musa, dan Halimah dengan Haji Harun. Ketiga, konflik antarkelompok sosial, konflik ini digambarkan melalui beberapa tokoh dan warga masyarakat yang digambarkan dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tokoh tersebut adalah kelompok Ahmadi dengan para tentara.

Konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perbedaan antaranggota masyarakat di desa Lampuki. Penyebab ini terlihat  adanya perbedaan pendirian warga Lampuki terhadap pendirian yang diutarakan Ahmadi. Kedua, perbedaan pola kebudayaan. Di dalam novel ini adanya pandangan hidup yang berbeda dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Pandangan hidup yang berbeda tersebut seperti dialami oleh Ahmadi. Ahmadi memiliki pandandangan hidupnya bahwa ia mewajibkan sekalian orang di desa Lampuki untuk berperang dan melarang untuk bersekolah. Ketiga, perbedaan status sosial. Pernyebab ini juga terlihat di dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Seseorang yang memiliki jabatan yang tertinggi bisa saja semena-mena terhadap orang yang memiliki jabatan yang lebih rendah. Keempat, perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat. Penyebab ini terlihat ketika para tentara melakukan kekerasan kepada warga Lampuki hanya untuk kepentingan politik para tentara tersebut untuk bisa menguasai desa Lampuki. Kelima, terjadinya perubahan sosial. Penyebab ini terlihat  pada warga Lampuki. Mereka kagum dengan perubahan kota yang serba mendadak bahkan mereka sengaja membuat dan mempertontonkan film cabul pada khalayak ramai.

 

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang multikonflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1)      Konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat hendaknya dapat dihindarkan serta dapat memahami jenis-jenis dan  faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu konflik yang terjadi.

2)      Bagi  pembaca; dapat memberikan penilaian terhadap sebuah karya sastra dengan persepsi dan interpretasi yang masing-masing.

3)      Peneliti selanjutnya; disarankan untuk melakukan penelitian terhadap novel Lampuki karya Arafat Nur ini dengan aspek yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Adapun beberapa pihak yang telah membantu penulis yaitu Iswadi Bahardur, S.S., M.Pd. dan Dr. Yulia Sri Hartati, M.Pd. yang telah membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis berharap penelitian ini dapat  bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang sastra.

 

KEPUSTAKAAN

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Nur, Arafat. 2011. Lampuki. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Kutha Nyoman. 2010. Teori, Metode, dan, Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhardi dan Hasanuddin WS. 1992. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP.

Qadratilah, Merty Taqdir. 2011. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar. Rawamangun: Badan Pengembangan dan Pembelajaran Bahasa.